Jejak Akasia di Hutan Konservasi, RAPP Berkontribusi Rusaknya TNTN

PELALAWAN (Fokuskepri) — Proses eksekusi dan penyitaan lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN)  dilakukan sebagai babak penting dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Dalam pernyataan resminya, Wakil Komandan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), Brigadir Jenderal Dodi Triwinarto S.IP, menegaskan bahwa negara hadir untuk mengembalikan fungsi konservasi kawasan tersebut sebagaimana mestinya.

“Kami ingin sampaikan kepada masyarakat bahwa negara hadir. Kita ingin mengembalikan kawasan ini kepada fungsinya. Tidak ada aktivitas komersial di sini. Semuanya harus kembali ke sifat awalnya sebagai kawasan konservasi,” tegas Brigjen Dody kepada awak media, Selasa pagi (10/6/2025), sebelum keberangkatan menuju lokasi penyitaan.

Brigjen Dody mengungkapkan bahwa Tesso Nilo telah lama menjadi sorotan internasional karena statusnya sebagai bagian dari proyek percontohan bagi taman nasional lain yang ada di Indonesia (pilot Project). Oleh karena itu, penataan kawasan ini dinilai tak bisa lagi ditunda.

“Pengembalian fungsi hutan di TNTN adalah pilot project nasional, jika ini berhasil akan diikuti pada taman nasional lainnya di Indonesia ini yang memiliki permasalahan yang sama atas penguasaan liar okeh masyarakat,”tegas jendral bintang satu ini

Lebih lanjut, Dody menyebut bahwa dalam peta lahan sitaan negara terdapat wilayah yang selama ini dikuasai oleh sejumlah perusahaan, termasuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

“Ada HTI milik RAPP yang berada dalam kawasan TNTN. Ada irisan yang harus diselidiki lebih lanjut,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa tim khusus akan menelusuri batas kepemilikan lahan serta oknum-oknum perambah yang saat ini sedang diperiksa.

Jejak dosa besar RAPP dalam kawasan TNTN dapat terlihat dengan kasat mata, dari pantauan di lapangan banyak kebun sawit berdiri diatas lahan eks kebun akasia RAPP, kayu kayu yang diperuntukkan untuk bahan baku kertas itu berdiri tegak seperti bekas kebakaran diantara batang sawit disepanjang jalan akses menuju lokasi acara pemasangan plang penyegelan lahan TNTN oleh Satgas PKH.

Salah seorang pekebun di lahan TNTN menyebutkan bahwa dirinya menanam sawit karena lahan itu sebelumnya tidak berfungsi lagi, pernah ditanami akasia diatasnya.

“Saya bukan merambah TNTN, karena sebelum saya tanami sawit, ada akasia disana, bapak bisa lihat kan berjejer kayu akasia seperti bekas terbakar,”aku petani sawit di TNTN yang minta namanya tidak di cantum di berita.

Sebelumnya,  Direktur Utama PT RAPP, Mulya Nauli pada 27 Mei lalu sempat dperiksa Satgas PKH  di  Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Mulya Nauli berada di dalam gedung selama lebih dari dua jam, sejak pukul 09.10 WIB hingga keluar sekitar pukul 12.15 WIB.

Ketika dicegat awak media, Mulya berkilah bahwa kedatangannya hari itu untuk menemui temannya di Kejati,   “menemui teman.” kata Mulia Nauli singkat

Namun sang Dirut gelagapan ketika diminta menyebutkan nama sang teman yang ditemui di dalam gedung Kejati.

“Tidak ada” Jawabnya sambil berusaha menghindari awak media

Sentara itu Kordinator Jikalahari, Okto Yugo Setyo, mengingatkan Satgas PKH dan aparat penegak hukum untuk tidak hanya fokus menertibkan petani kecil, tetapi juga berani menindak tegas korporasi besar yang terbukti merambah kawasan konservasi.

“Tindak tegas korporasi dan cukong, serta mendorong pemulihan lingkungan,” lanjutnya,” ujar Okto dalam pernyataan tertulisnya diterima redaksi media ini

Ia juga menekankan pentingnya transparansi data dan akuntabilitas hukum, agar tidak ada lagi korporasi yang berlindung di balik kebijakan abu-abu atau pembiaran masa lalu.

Humas RAPP, Disra Aldrick ketika hendak di konfirmasi terkait hal ini, namun panggilan telepon tidak diangkat, pun begitu dengan anggotanya Budi Firmansyah, panggilan ke kontak pribadinya tidak direspon, pesan WA di kirimkan, sampai berita ini tayang si Budi tidak bersedia memberikan pernyataan perusahaan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *